Datang menderu-deru. Tak mau kalah untuk jatuh duluan. Seperti siang
ini, di ruangan kamar yang hanya mengandalkan secuil sinar matahari untuk menerangi. Gelap sekali. Aku hanya butuh sinar dari layar laptop untuk tidak begitu mengubah suasana saat ini. Sesekali kutengok lewat
jendela, mereka masih menderu-deru, entah sampai kapan. Sayang sekali untuk melewatkan suasana seperti ini untuk tidur sampai 2 jam kedepan. Iya, ini sangat tumben.
Dingin. Mungkin suasana ini akan agak mencekam bila kusetel trans tv yang menampilkan film horor tiap siangnya. Padahal aku pun tidak pernah berani menontonnya sendirian, terlalu menyeramkan. Dengan sendirian di rumah seperti ini pun sudah cukup membuat agak mencekam. Haha bercanda.
Aku kembali pada diriku.
Dingin. Mungkin suasana ini akan agak mencekam bila kusetel trans tv yang menampilkan film horor tiap siangnya. Padahal aku pun tidak pernah berani menontonnya sendirian, terlalu menyeramkan. Dengan sendirian di rumah seperti ini pun sudah cukup membuat agak mencekam. Haha bercanda.
Aku kembali pada diriku.
Apakah aku pernah menjadi seperti tetesan
hujan? Berjatuhan bersama jutaan tetesan lainnya, mencari tempat untuk
singgah kemudian pergi ke muara lalu kembali lagi menguap menjadi hujan.
Ya, kupikir ini siklus kehidupan. Semua orang sedang mengalaminya.
Jatuh, tenang, naik, lalu terbang tinggi. Fase yang paling menyenangkan
menurutku ya fase tenang, ketika aku tidak perlu merasakan takut akan jatuh atau
bermimpi muluk-muluk untuk naik lalu terbang. Aku sedang stagnan, datar, tenang,
tanpa mengetahui harapan. Bahaya mungkin. Tapi perasaan seperti ini
hanya kurasakan saat ini, ketika hujan dan gelap menemani.
14:02 iseng diselimuti dingin
No comments:
Post a Comment